Jl. Terusan Piranha Atas No.135 Malang [email protected]
Follow us:
Sekolah Islam Sabilillah Malang - SISMA

‘Surat Kecil’ Media Curhat Remaja

27 August 2024

Oleh: Dani Ika Nurhayati, S.Si

Kelas akhir tingkat sekolah dasar (SD) atau kelas 6 umumnya berusia rentang 11-12 tahun. Di usia tersebut anak-anak mengalami masa peralihan, dari usia anak-anak menjadi usia pra remaja atau remaja awal. Menurut WHO masa remaja berkisar di usia 10-19 tahun, artinya siswa Sekolah Dasar kelas 6 mengalami masa remaja awal.

Di usia tersebut remaja mengalami banyak perkembangan. Salah satu perkembangan yang dialami oleh remaja adalah perkembangan psikologi. Memang benar, selain perkembangan fisik dan bahasa, perkembangan yang mencakup emosi dan sosial termasuk salah satu kunci tumbuh kembang seorang remaja.

Di tengah tanggungjawabnya sebagai siswa kelas 6 yang akan mempersiapkan ujian akhir, pada usia tersebut terjadi transisi secara fisik ataupun psikis. Anak pada usia tersebut akan mengalami perubahan fisik dalam mempersiapkan kematangan reproduksi serta perubahan dari percaya pada guru beralih menjadi percaya pada teman.

Bentuk fisik mereka mengalami perubahan. Pun dengan sikap dan rasa percaya dirinya. Ada yang semakin minder. Tapi ada yang sebaliknya, lebih percaya diri. Masa transisi inilah yang harus disikapi dengan cepat dan tepat. Teman menjadi model utamanya. Menjadi panutan, teladan, cerminan dan sebagainya. Omongan teman – mohon maaf – lebih didengarkan dari pada gurunya. Pun omongan orang tuanya.

Dan pada fase ini anak memiliki banyak kebingungan mengenai identitas dirinya, sehingga pada fase ini seorang remaja mencari jati diri yang akhirnya akan timbul masalah satu per satu. Tentunya perubahan tersebut akan merubah juga pola pikir anak.

Pada masa ini, kedekatan dengan teman sebaya akan lebih menguat. Sehingga rasa kedekatan kepada orangtua dan guru mulai berkurang. Tekanan dari lingkungan pertemanan yang dirasakannya akan semakin besar. Begitu pula dengan identitas dirinya dalam sebuah pertemanan.

Remaja akan cenderung merasa sudah besar, sudah bisa, ingin eksis di depan teman sebayanya. Terkadang hal itu menjadi masalah tersendiri bagi mereka. Sebagian bingung mengatasi perubahan tersebut. Dan menyelesaikannya dengan curhat kepada teman. Meskipun solusinya kurang sesuai. 

Anak yang tidak dapat mencurahkan dan mengatasi permasalahannya terkadang memilih jalan lain. Seperti acuh terhadap lingkungan, bersikap semaunya sendiri bahkan menyelesaikanya dengan cara yang tidak wajar. Untuk meluapkan emosinya seperti fenomena barcode yang booming akhir-akhir ini.

Dikutip dari laman Hello Sehat, perkembangan psikologi atau emosi remaja masih akan menunjukkan ketergantungannya pada orangtua. Karena remaja masih menganggap orangtua atau menganggap orang dewasa memiliki kekuatan atau kekuasaan yang lebih besar untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Celah ini dapat digunakan guru atau orangtua di sekolah untuk memfasilitasi anak dalam sesi curhat. Hal ini diharapkan akan membantu siswa untuk mengatasi permasalahannya sehingga siswa lebih fokus lagi dalam pembelajaran. Hal ini juga dapat berpengaruh dalam cara siswa bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungannya sehingga tidak timbul masalah-masalah baru.

Karena tipikal remaja yang cenderung lebih ‘tidak sungkan’ cerita ke teman dibandingkan dengan orangtua atau guru, maka sesi curhat ini dapat disampaikan dalam sebuah surat kecil. Siswa diminta untuk menuliskan apapun permasalahan yang ada dalam dirinya, baik permasalahan di pelajaran, permasalahan di rumah ataupun permasalahan dalam pertemanan.

Dengan catatan ada jaminan rahasia tidak diketahui oleh siapapun. Cara ini dianggap efektif karena siswa menjadi lebih leluasa mencurahkan uneg-uneg dan segala permasalahannya dalam surat rahasia tersebut. Kita semua tahu bahwa menulis adalah salah satu cara untuk menghilangkan stress.

Diharapkan pula cara sederhana ini juga sudah dapat membantu siswa menyelesaikan permasalahannya. Peran guru di sini adalah mengarahkan siswa untuk menulis ekspresif. Siswa hanya menuliskan segala permasalahan dengan bahasanya sendiri untuk meluapkan uneg-uneg adanya aturan untuk memperhatikan ejaan, tata bahasa, atau tanda baca.

Dari tulisan tersebut, barulah guru akan memanggil siswa satu persatu. Pemanggilan satu per satu tersebut bertujuan agar siswa lebih leluasa mencurahkan permasalahan yang dihadapi tanpa terbagi konsentrasi dengan siswa yang lain. Tempat untuk sesi curhat langsung tersebut tentunya harus tertutup dan tanpa ada orang lain selain guru dan siswa yang bersangkutan.

Durasi sesi curhat tidak dibatasi oleh waktu. Sehingga guru dapat mengkonfirmasi permasalahan serta mengajak siswa untuk mendiskusikan penyebab serta solusi yang tepat atas permasalahan siswa. Yang utama, komitmen untuk lebih baik lagi. Hasilnya beberapa siswa yang tadinya murung, cenderung introvert menjadi dapat bersosialisasi dan percaya diri serta lebih meningkat prestasi akademiknya.

Karena mereka mendapat teman yang tepat. Teman yang dipercaya untuk menjadi tempat mencurahkan segala isi hatinya. Segala permasalahan hidupnya. Tentu saja itu guru, dokter atau psikolognya. Yang mampu mendiagnosa “penyakit” siswa yang sedang tumbuh menjadi remaja. Medianya, surat kecil itu.(*)

Translate