Jl. Terusan Piranha Atas No.135 Malang [email protected]
Follow us:
Sekolah Islam Sabilillah Malang - SISMA

Kartini Velocity

24 April 2025

Oleh: Diah Budiarti, M.Pd.

Dalam arus deras dunia modern, kehidupan seakan berlomba dengan waktu. Segala sesuatu bergerak cepat. Setiap tren berubah dalam hitungan detik. Informasi melesat seperti kilatan cahaya, dan inovasi silih berganti menghapus yang telah usang. Istilah velocity berasal dari dunia fisika merujuk pada kecepatan berarah, kini menjelma menjadi fenomena sosial yang menyelubungi kehidupan sehari-hari. Bagi para Kartini masa kini, tren velocity bukan sekadar tantangan tetapi juga arena di mana mereka mengukir jejak perjuangan di era digital. Ketika Raden Ajeng Kartini menggoreskan pemikirannya dalam surat-suratnya, ia menghidupkan semangat emansipasi dalam wujud kata-kata yang tak lekang oleh waktu.

Namun, kini Kartini modern tidak hanya menulis surat. Mereka berkarya dalam cuitan, unggahan, dan konten digital yang menjangkau jutaan pasang mata dalam sekejap. Perempuan masa kini bukan lagi sosok yang sekadar memperjuangkan hak pendidikan dan kesetaraan melainkan pionir dalam berbagai sektor mulai dari teknologi, sains, hingga industri kreatif.

Perubahan yang begitu cepat menuntut perempuan untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga terus berinovasi. Velocity dalam konteks tren saat ini harus bisa diilhami dalam bentuk adaptasi yang cepat terhadap perubahan zaman. Seorang Kartini masa kini harus mampu menyelaraskan diri dengan perkembangan teknologi agar tidak tertinggal. Mereka harus menguasai berbagai keterampilan digital, memahami algoritma media sosial, dan mampu memanfaatkan perkembangan teknologi untuk kepentingan perjuangan mereka. Dalam dunia yang bergerak dengan kecepatan tinggi, janganlah diam karena diam berarti tergerus.

Di balik derasnya arus kecepatan, ada satu tantangan utama yang mengintai para Kartini masa kini yakni bagaimana menjaga esensi perjuangan agar tidak terlarut dalam arus tren semata? Dalam dunia digital yang didikte oleh clickbait dan viralitas, substansi sering kali kalah oleh permukaan.

Perempuan yang berkarya di media sosial, misalnya, bisa dengan mudah tergoda oleh godaan instant fame tanpa memperhitungkan dampak jangka panjang dari konten yang mereka produksi. Sebagai contoh, seorang perempuan dengan ribuan pengikut mungkin lebih memilih membuat konten yang sekadar mengikuti tren demi mendapatkan engagement yang tinggi dibandingkan menyuarakan isu-isu penting seperti kesetaraan gender, pendidikan, atau hak-hak perempuan.

Ini bukan berarti tren harus dihindari, tetapi bagaimana tren bisa dimanfaatkan untuk menyebarluaskan gagasan yang lebih bermakna. Oleh karena itu, penting bagi Kartini masa kini untuk tidak hanya berlari cepat, tetapi juga berlari dengan arah yang benar. Mereka harus tetap memegang prinsip, memiliki integritas dalam berkarya, serta tidak mudah tergoda oleh gemerlap tren yang hanya bersifat sementara. Percepatan harus selalu diselaraskan dengan nilai-nilai yang diperjuangkan.

Velocity bisa menjadi tantangan, ia juga membuka peluang besar bagi perempuan untuk berinovasi. Kecepatan bukan sekadar ancaman, tetapi juga alat yang dapat dimanfaatkan untuk menciptakan perubahan positif. Dalam era serba digital, perempuan memiliki akses lebih luas terhadap pengetahuan, kesempatan, dan jaringan yang memungkinkan mereka untuk berkembang tanpa batasan geografis.

Kita telah melihat banyak contoh nyata Kartini modern yang mampu menguasai lajur kecepatan ini. Mulai dari entrepreneur perempuan yang memanfaatkan e-commerce, ilmuwan perempuan yang menciptakan terobosan baru, hingga aktivis digital yang memperjuangkan hak-hak perempuan melalui kampanye daring. Mereka membuktikan bahwa percepatan bukanlah penghalang melainkan alat untuk menyalakan obor perjuangan yang lebih besar.

Selain itu, perempuan kini memiliki peran besar dalam perkembangan teknologi. Nama-nama seperti Sheryl Sandberg (mantan COO Meta), Susan Wojcicki (mantan CEO YouTube), hingga para pendiri startup teknologi menunjukkan bahwa perempuan bukan hanya pengguna teknologi, tetapi juga inovator yang mengubah dunia. Mereka membuktikan bahwa kecepatan tidak hanya bisa diikuti, tetapi juga dikendalikan untuk membawa perubahan nyata.

Kartini masa kini hidup dalam era yang penuh dengan kemungkinan. Tren velocity bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, ia memungkinkan perubahan cepat dan inovasi. Di sisi lain ia bisa menyeret seseorang dalam arus yang tanpa arah. Oleh karena itu, perempuan masa kini harus belajar menyeimbangkan kecepatan dengan kebijaksanaan, mengadaptasi diri tanpa kehilangan jati diri, serta berlari tanpa melupakan tujuan.

Kecepatan bukanlah musuh, melainkan sarana untuk memperjuangkan nilai-nilai yang lebih besar. Dengan pondasi yang kuat, pemahaman yang mendalam, serta strategi yang tepat, perempuan bisa tetap relevan tanpa kehilangan arah. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Kartini dalam suratnya: “Habis gelap terbitlah terang.” Dalam konteks dunia modern, terang itu bisa diartikan sebagai kesadaran bahwa kecepatan bukanlah sekadar tentang siapa yang paling dahulu mencapai garis akhir, tetapi siapa yang mampu sampai di sana dengan penuh makna dan keberanian. Pada akhirnya, perjuangan Kartini baik dulu maupun kini, selalu tentang bagaimana perempuan dapat berdiri tegak di tengah perubahan zaman, menjadi bagian dari kemajuan dan tetap berpegang pada nilai-nilai yang mereka yakini. Di era velocity ini, tantangan semakin besar, tetapi peluang pun semakin luas. Kini, saatnya perempuan mengambil kendali atas kecepatan itu, dan menjadikannya alat untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.(*)

Translate