24 January 2025
Oleh: Tika Prihastanti, S.Hum
Masalah kesehatan mental siswa di sekolah telah menjadi perhatian yang semakin besar. Lingkungan belajar yang tidak mendukung, adanya perundungan antar siswa, tekanan akademik yang berlebihan, dan metode pengajaran yang kurang inklusif sering kali menyebabkan siswa mengalami stres.
Efek stres ini dapat bervariasi, mulai dari kehilangan motivasi untuk sekolah, sering datang terlambat, menghindari teman sebaya, hingga melakukan tindakan kenakalan. Fenomena ini bagaikan gunung es, hanya sebagian kecil yang terlihat di permukaan, sementara masalah yang lebih besar tersembunyi di bawahnya.
Guru memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman, sehingga siswa dapat belajar secara optimal. Salah satu metode yang dapat diterapkan untuk membantu siswa mengatasi masalah mental adalah biblioterapi.
Metode ini memanfaatkan bahan bacaan sebagai panduan untuk menjelajahi dan memahami dunia emosional siswa. Biblioterapi efektif untuk pengembangan diri (development self), memberikan motivasi (motivation), dan terapi diri (self-therapy).
Biblioterapi adalah metode terapi yang menggunakan bahan bacaan untuk membantu individu mengatasi masalah emosional, psikologis, atau sosial. Metode ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman diri, menyediakan perspektif baru, mengurangi stres, dan mendorong pemecahan masalah. Biblioterapi telah digunakan dalam berbagai konteks, termasuk di sekolah, rumah sakit, dan pusat konseling. Keberhasilannya bergantung pada pemilihan bahan bacaan yang relevan dan kemampuan fasilitator untuk membimbing prosesnya.
Sebelum menerapkan Biblioterapi, penting untuk memastikan bahwa fasilitator memiliki kompetensi yang memadai. Fasilitator yang tidak memiliki keahlian dapat mengakibatkan hasil yang tidak sesuai harapan. Kompetensi yang diperlukan meliputi pemahaman tentang literatur yang relevan, keterampilan komunikasi, serta kemampuan untuk memahami kebutuhan emosional dan psikologis siswa.
Biblioterapi memiliki berbagai manfaat diantaranya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, dimana siswa akan diajak untuk merenungkan isi bacaan dan mengaitkannya dengan pengalaman mereka sendiri. Kemudian menfaat selanjutnya yaitu meningkatkan empati, dengan membaca cerita dari berbagai sudut pandang, siswa diharapkan dapat lebih memahami perasaan dan situasi orang lain sehingga timbul rasa empati sesama manusia. Manfaat berikutnya yaitu membangun keterampilan social. Ketika siswa dan terapis melakukan proses diskusi maka siswa telah belajar untuk berkomunikasi dan menyampaikan pendapat mereka dengan baik. Manfaat yang terakhir adalah dapat meningkatkan kesejahteraan emosional siswa, kegiatan membaca dapat menjadi pelarian yang sehat dan aman untk mengontrol emosi siswa serta sebagai cara untuk memperbaiki karakter siswa menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Penerapan Biblioterapi membutuhkan beberapa langkah. Langkah pertama menentukan dan menetapkan tujuan yang jelas. Misalnya, jika ada siswa yang memiliki kebiasaan mengambil barang milik siswa lain, tujuan biblioterapi adalah membantu siswa tersebut menghilangkan kebiasaan tersebut. Langkah kedua, Memahami Karakteristik Siswa. Fasilitator harus memahami karakteristik dan kebutuhan siswa yang akan mengikuti metode ini. Hal ini membantu dalam menentukan pendekatan yang sesuai. Langkah ketiga, Memilih Bahan Bacaan yang Tepat. Pemilihan bahan bacaan adalah langkah yang krusial. Buku atau media yang dipilih harus relevan dengan masalah yang dihadapi siswa. Fasilitator harus memiliki pemahaman mendalam tentang isi bahan bacaan untuk memastikan pesan yang disampaikan sesuai dengan tujuan terapi.
Langkah Keempat, Melakukan Sesi Awal. Sesi pertama bertujuan menciptakan suasana nyaman melalui kegiatan motivasi atau ice-breaking. Ini membantu siswa merasa lebih santai dan siap untuk mengikuti proses. Langkah Kelima, Diskusi dan Pemberian Bahan Bacaan. Setelah suasana cair, siswa diajak berdiskusi tentang tema yang akan dibahas. Fasilitator dapat menggali sejauh mana siswa memahami tema tersebut sebelum memberikan bahan bacaan yang telah dipilih. Siswa diberi waktu, misalnya satu minggu, untuk membaca dan merenungkan isi bacaan tersebut.
Langkah keenam, Evaluasi dan Refleksi. Setelah waktu membaca selesai, siswa berkumpul kembali untuk membahas bacaan yang telah mereka pelajari. Fasilitator akan menggali pemahaman siswa, mendiskusikan pesan yang terkandung dalam bacaan, dan mengevaluasi sejauh mana tujuan biblioterapi tercapai.
Sebagai contoh kasus, seorang siswa yang sering mencuri barang teman-temannya dapat diberikan bahan bacaan yang mengangkat tema tentang kejujuran dan dampak buruk dari tindakan tersebut. Atau sekelompok siswa suka merundung siswa lain maka siswa-siswa tersebut diberikan bacaan tentang kerukunan, saling menghargai, bersosialisai dengan teman. Bacaan-bacaan yang dipilih harus relevan dengan usia dan tingkat pemahaman siswa. Melalui proses diskusi, siswa diharapkan mampu merefleksikan perilakunya dan mulai membangun kebiasaan yang lebih positif.
Dengan itu, Biblioterapi adalah metode yang efektif untuk membantu siswa mengatasi berbagai masalah mental yang mereka hadapi di sekolah. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada kompetensi fasilitator, pemilihan bahan bacaan yang tepat, dan pelaksanaan yang terstruktur. Dengan menerapkan biblioterapi, sekolah dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih mendukung dan sehat, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan aman. Dukungan dari guru, orang tua, dan seluruh komunitas sekolah sangat penting untuk keberhasilan metode ini.(*)
Supervisi Bukan Tantangan, Tapi Kesempatan!
31 January 2025
Biblioterapi Solusi Atasi Mental Siswa
24 January 2025
Literasi dan Numerisasi Pada Anak Usia Dini
21 January 2025
AI dan Pendidikan Anak Usia Dini
13 January 2025
Berani Gagal
07 January 2025